Laut memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia termasuk sebagai wilayah kedaulatan, sumber daya alam dan ekosistem, dan media kontak sosial budaya. Berdirinya peradaban bangsa ini sangat dipengaruhi oleh penguasaan lautan. Kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit berhasil menguasai dan memakmurkan kerajaannya melalui kekuatan armada lautnya. Bahkan serikat dagang Belanda (VOC) mampu menjajah nusantara selama 3,5 abad dengan kemampuannya menguasai lautan. Tidak dapat dipungkiri bahwa laut merupakan suatu aset untuk kedaulatan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia terbentang dari 6°08' LU hingga 11°15' LS, dan dari 94°45' BT hingga 141°05' BT terletak di posisi geografis sangat strategis, karena menjadi penghubung dua samudera dan dua benua, Samudera India dengan Samudera Pasifik, dan Benua Asia dengan Benua Australia. Kepulauan Indonesia terdiri dari 17.508 pulau besar dan pulau kecil dan memiliki garis pantai 81.000 km, serta luas laut terbesar di dunia yaitu 5,8 juta km2 (DEPLU 2005). Wilayah laut Indonesia mencakup 12 mil laut ke arah luar garis pantai, selain itu Indonesia memiliki wilayah yuridiksi nasional yang meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil dan landas kontinen sampai sejauh 350 mil dari garis pantai (Gambar 1).
Gambar 1. Wilayah laut Indonesia (sumber: Kadin Batam 2004)
Wilayah laut sangat penting dengan dicantumkannya pada GBHN tahun 1993, dan didirikannya Departemen Kelautan dan Perikanan. Undang-undang no. 22 dan 25 tahun 1999 juga mencantumkan kelautan sebagai bagian dari otonomi daerah. Sangat penting bahwa kawasan laut perlu diintegrasikan dalam perencanaan tata ruang wilayah nasional, propinsi dan tingkat kabupaten.
Lautan Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus selalu disyukuri dengan cara mengelolanya secara bijaksana untuk kesejahteraan seluruh bangsa. Beberapa alasan pentingnya pembangunan laut antara lain :
- Indonesia memiliki sumberdaya alam laut yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun keanekaragaman hasilnya.
- Sumberdaya laut merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan (sebagian besarnya), artinya bahwa ikan ataupun sumberdaya laut lainnya dapat dimanfaatkan, namun harus memperhatikan kelestariannya.
- Pusat pertumbuhan ekonomi, dengan proses globalisasi perdagangan di abad 21 ini, akan terbuka peluang untuk bersaing memasarkan produk-produk kelautan dalam perdagangan Internasional.
- Sumber protein hewani, sumberdaya ikan mengandung protein yang tinggi khususnya untuk asam amino tak jenuh, atau biasa dikenal dengan kandungan OMEGA-3 yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia.
- Penghasil devisa Negara, udang dan beberapa jenis ikan ekonomis penting seperti ikan tuna, cakalang ataupun lobster, saat ini merupakan komoditi ekspor yang menghasilkan devisa negara. Terlebih lagi dengan hasil penting di sektor pertambangan minyak dan gas lepas pantai.
- Memperluas lapangan kerja, dengan semakin sempitnya lahan pertanian di areal daratan, dan semakin tingginya persaingan tenaga kerja di bidang industri, maka salah satu alternatif dalam penyediaan lapangan pekerjaan adalah di sektor perikanan. Apalagi dengan adanya otonomi daerah maka daerah-daerah yang memiliki potensi di bidang perikanan yang cukup besar akan berlomba untuk mengembangkan potensi perikanan laut yang ada, sehingga akan membuka peluang yang sangat besar bagi penyedia lapangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia sekarang ini.
- Wilayah pesisir sebagai pusat pengembangan IPTEK dan industri kelautan, serta sebagai zona strategis untuk pusat pengembangan jalur transportasi utama antar pulau maupun menuju daerah-daerah di pedalaman.
Kebijakan pembangunan kelautan secara berkelanjutan, perlu diterjemahkan secara seksama dalam bentuk langkah-langkah konkret yang dirumuskan sebagai sebuah konsep. Konsep tersebut disusun atas dasar pertimbangan terhadap kepentingan-kepentingan semua pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya laut. Kata lestari megisyaratkan adanya tuntutan terhadap pengetahuan secara kuantitatif dan terukur sebagai acuan dalam perumusan kebijakan pemanfaatan sumberdaya laut yang berkelanjutan. Selanjutnya setiap tindakan yang dilakukan terhadap pemanfaatan sumberdaya ini, diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi peradaban manusia yang memanfaatkannya baik pada masa kini maupun masa mendatang.
Pemahaman terhadap makna dan fungsi laut bagi negara kepulauan merupakan faktor pertimbangan pendukung yang signifikan dalam perumusan kebijakan pemanfaatan sumberdaya laut di Indonesia. Dalam penyusunan kerangka pembangunan kelautan haruslah didasarkan pada suatu pemahaman fungsi laut, diantaranya :
- Laut sebagai wilayah kedaulatan bangsa.
- Laut sebagai lingkungan dan sumberdaya.
- Laut sebagai media kontak sosial dan budaya.
- Laut sebagai sumber dan media penyebar bencana alam.
Salah satu persyaratan mutlak yang harus dimiliki oleh sebuah Negara adalah wilayah kedaulatan, disamping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah Negara kepulauan Indonesia telah di letakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1967. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi Bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep wawasan nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia (Mukhtar 2008).
Diakuinya konsep ini oleh dunia Internasional seperti yang tercantum pada UNCLOS 1982, memberikan tanggung jawab besar bagi bangsa Indonesia dalam mengelola laut terutama (1) bagi kepentingan nasional sebagai sumber perekonomian Negara, (2) secara regional berbatasan dengan Negara-negara tetangga yang juga memiliki kepentingan mengelola laut, dan (3) secara Internasional perairan Indonesia merupakan perairan vital yang dapat berpengaruh pada perdagangan, kepentingan pertahanan maupun keseimbangan ekosistem laut global.
Dalam mengelola laut sebagai wilayah ada dua hal pokok yang harus diselesaikan. Pertama secara eksternal yaitu menata batas wilayah laut dengan negara-negara tetangga sesuai dengan ketentuan internasional yang berlaku dan kedua, secara internal yaitu menata wilayah laut, khususnya batas-batas peruntukan wilayah laut sebagai suatu pengaturan pemanfaatan laut yang mengakomodasi semua kepentingan dengan tetap mengutamakan asas persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Laut sebagai lingkungan dan sumberdaya.
Laut merupakan fenomena alam yang tersusun dalam suatu sistem yang kompleks, terdiri dari komponen-komponen sumberdaya hayati dan non hayati dengan keragaman dan nilai ekonomi yang tinggi. Setiap sumberdaya laut tersusun dalam suatu ekosistem dengan karakteristik tertentu. Interaksi antar ekosistem ini membentuk suatu keseimbangan lingkungan laut. Ekosistem laut beraksi relatif lebih sensitif dan selalu berupaya mencari keseimbangan baru terhadap adanya perubahan. Hal ini berarti bahwa adanya perubahan pada suatu ekosistem di laut dapat berdampak pada kawasan yang luas atau bahkan hingga tingkat global.
Indonesia sebagai Negara yang mengelola laut dan perairan laut nusantara yang menghubungkan antar laut secara global, perlu secara serius bukan hanya memperhatikan aspek keseimbangan lingkungan di wilayah laut Indonesia, namun juga mempunyai kepentingan untuk memantau kualitas ekonomi laut secara global. Walaupun masih dikelola secara sektoral, laut (termasuk pantai) Indonesia telah dimanfaatkan untuk perikanan, rekreasi, pembuangan limbah, sumber energi, sumber air, batubara, minyak, bahan bangunan, kehutanan, peternakan/tambak, pemukiman dan industri.
3. Laut sebagai media kontak sosial dan budaya.
Seiring dengan pemanfaatan laut sebagai media transportasi, terbukalah hubungan antar masyarakat baik melalui perdagangan maupun kegiatan lainnya. Hubungan antar masyarakat ini secara langsung dan tidak langsung telah membuka adanya pertukaran budaya.Namun aktivitas ekonomi dan social masyarakat di laut perlu diwaspadai adanya peluang timbulnya tindakan negatif atau bahkan cenderung sebagai tindakan criminal. Perampokan kapal, pengambilan sumberdaya yang tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku atau tindak kejahatan lainnya, merupakan dampak negatif aktivitas sosial ekonomi laut.
4. Laut sebagai sumber dan media penyebar bencana alam.
Sifat laut sebagai media penghantar energi yang baik, dicermati sebagai aspek ancaman terhadap manusia. Bencana tsunami menunjukkan salah satu buktibahwa laut meneruskan energy yang terlepas secara mendadak akibat gempa tektonik bawah air. Bencana tumpahan minyak di laut secara cepat akan dipindahkan dan disebarkan pada area yang cukup luas. Media air menyebarkan tumpahan minyak sesuai dengan arah dan besaran tenaga dominan yang bekerja pada permukaan air lut.Mengingat laut sebagai sumber dan media bencana alam yang baik, maka sifat ini merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pola pemanfaatan laut.
Indonesia sebagai Negara yang mengelola laut dan perairan laut nusantara yang menghubungkan antar laut secara global, perlu secara serius bukan hanya memperhatikan aspek keseimbangan lingkungan di wilayah laut Indonesia, namun juga mempunyai kepentingan untuk memantau kualitas ekonomi laut secara global. Walaupun masih dikelola secara sektoral, laut (termasuk pantai) Indonesia telah dimanfaatkan untuk perikanan, rekreasi, pembuangan limbah, sumber energi, sumber air, batubara, minyak, bahan bangunan, kehutanan, peternakan/tambak, pemukiman dan industri.
3. Laut sebagai media kontak sosial dan budaya.
Seiring dengan pemanfaatan laut sebagai media transportasi, terbukalah hubungan antar masyarakat baik melalui perdagangan maupun kegiatan lainnya. Hubungan antar masyarakat ini secara langsung dan tidak langsung telah membuka adanya pertukaran budaya.Namun aktivitas ekonomi dan social masyarakat di laut perlu diwaspadai adanya peluang timbulnya tindakan negatif atau bahkan cenderung sebagai tindakan criminal. Perampokan kapal, pengambilan sumberdaya yang tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku atau tindak kejahatan lainnya, merupakan dampak negatif aktivitas sosial ekonomi laut.
4. Laut sebagai sumber dan media penyebar bencana alam.
Sifat laut sebagai media penghantar energi yang baik, dicermati sebagai aspek ancaman terhadap manusia. Bencana tsunami menunjukkan salah satu buktibahwa laut meneruskan energy yang terlepas secara mendadak akibat gempa tektonik bawah air. Bencana tumpahan minyak di laut secara cepat akan dipindahkan dan disebarkan pada area yang cukup luas. Media air menyebarkan tumpahan minyak sesuai dengan arah dan besaran tenaga dominan yang bekerja pada permukaan air lut.Mengingat laut sebagai sumber dan media bencana alam yang baik, maka sifat ini merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pola pemanfaatan laut.
Pemahaman terhadap makna dan fungsi laut ini secara selaras dan seimbang, diharapkan dapat memberikan pemanfaatan sumberdaya laut yang komperhensif, sekaligus mendukung prinsip pemanfaatan sumberdaya secara lestari. Laut Indonesia telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, sebagai area pertambangan, jalur transportasi, jalur kabel komunikasi dan pipa bawah air, perikanan tangkap dan budi daya, wisata bahari, area konservasi dan sebagainya.
Laut teritorial dinyatakan sebagai wilayah perairan yang membentang kearah laut sampai jarak 3 mil laut dari garis surut pulau-pulau atau bagian-bagian pulau, termasuk karang-karang, batu-batu karang, dan gosong-gosong, yang ada di atas permukaan laut padda waktu air surut. Sedangkan perairan pedalaman Indonesia terdiri dari semua perairan yang terletak pada bagian sisi barat dari laut territorial, termasuk sungai-sungai, terusan-terusan, danau-danau, dan rawa-rawa. Di luar wilayah perairan tersebut merupakan laut bebas, yang terdapat di antara pulau-pulau nusantara. Kondisi pembagian perairan ini seiring dengan perkembangan waktu, telah disadari dapat menimbulkan kerawanan ekonomi, keamanan atau bahkan politik.
Mempertimbangkan (1) bentuk geografi Indonesia sebagai suatu Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri (2) bagi keutuhan territorial dan untuk melindungi kekayaan negaraIndonesia semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai suatu kesatuan yang bulat (3) penentuan batas lautan territorial seperti yang termaktub dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939.” Pada sidang dewan Menteri tanggal 13 Desember 1957 disampaikan pengumuman pemerintah mehgenai wilayah perairan Negara Republik Indonesia yang dibacakan oleh Perdana Menteri Ir. H. Djoeanda, menyatakan bahwa “segala peraturan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau sebagian pulau-pulau yang termasuk daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia, dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing terjamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan keddaulatan dan keselamatan Negara Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undang-undang”.
Pengumuman pemerintah tersebut selanjutnya dikenal sebagai Deklarasi Djuanda dan pendirian pemerintah tersebut disampaikan pada konferensi internasional mengenai Hak-hak Atas Lautan yang diselenggarakan pada bulan Februari 1958 di Jenewa, Swiss. Walaupun keputusan tentang rezim kepulauan di dalam Konvensi Hukum Laut di Jenewa tahun 1958 belum ada dan usaha memperoleh pengakuan internasional tentang pengaturan laut berdasarkan konsepsi Negara kepulauan belum membawa hasil, pemerintah Indonesia tetap konsisten pada kebijakan Deklarasi Djuanda. Hal ini dilaksanakan dengan menetapkan UU No. 4 1960 tentang perairan Indonesia, yang pada intinya menyatakan :
Laut teritorial dinyatakan sebagai wilayah perairan yang membentang kearah laut sampai jarak 3 mil laut dari garis surut pulau-pulau atau bagian-bagian pulau, termasuk karang-karang, batu-batu karang, dan gosong-gosong, yang ada di atas permukaan laut padda waktu air surut. Sedangkan perairan pedalaman Indonesia terdiri dari semua perairan yang terletak pada bagian sisi barat dari laut territorial, termasuk sungai-sungai, terusan-terusan, danau-danau, dan rawa-rawa. Di luar wilayah perairan tersebut merupakan laut bebas, yang terdapat di antara pulau-pulau nusantara. Kondisi pembagian perairan ini seiring dengan perkembangan waktu, telah disadari dapat menimbulkan kerawanan ekonomi, keamanan atau bahkan politik.
Mempertimbangkan (1) bentuk geografi Indonesia sebagai suatu Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri (2) bagi keutuhan territorial dan untuk melindungi kekayaan negaraIndonesia semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai suatu kesatuan yang bulat (3) penentuan batas lautan territorial seperti yang termaktub dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939.” Pada sidang dewan Menteri tanggal 13 Desember 1957 disampaikan pengumuman pemerintah mehgenai wilayah perairan Negara Republik Indonesia yang dibacakan oleh Perdana Menteri Ir. H. Djoeanda, menyatakan bahwa “segala peraturan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau sebagian pulau-pulau yang termasuk daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia, dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing terjamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan keddaulatan dan keselamatan Negara Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undang-undang”.
Pengumuman pemerintah tersebut selanjutnya dikenal sebagai Deklarasi Djuanda dan pendirian pemerintah tersebut disampaikan pada konferensi internasional mengenai Hak-hak Atas Lautan yang diselenggarakan pada bulan Februari 1958 di Jenewa, Swiss. Walaupun keputusan tentang rezim kepulauan di dalam Konvensi Hukum Laut di Jenewa tahun 1958 belum ada dan usaha memperoleh pengakuan internasional tentang pengaturan laut berdasarkan konsepsi Negara kepulauan belum membawa hasil, pemerintah Indonesia tetap konsisten pada kebijakan Deklarasi Djuanda. Hal ini dilaksanakan dengan menetapkan UU No. 4 1960 tentang perairan Indonesia, yang pada intinya menyatakan :
- Kepulauan dari perairan Indonesia menjadi satu kesatuan, sedangkan laut yang menghubungkan pulau demi pulau merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari daratannya, untuk itu ditarik garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar atau bagian pulau-pulau terluar dalam wilayah Indonesia. Perairan pada sisi dalam garis-garis pangkal/dasar tersebut sebagai Perairan Pedalaman.
- Lebar laut wilayah dinyatakan 12 mil laut diukur mulai dari garis pangkal tersebut menuju keluar.
- Kedaulatan Negara Republik Indonesia mencakup perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, beserta sumber-sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
- Di perairan pedalaman dijamin hak lintas damai bagi kendaraan air asnig yang pengaturannya akan ditentukan tersendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar