Selasa, 11 Januari 2011

BENTUK PENDERITAAN


Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu juga menentukan berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan. Akibat penderitaan yang bermacam-macam. Ada yang mendapat hikmah besar dari suatu penderitaan, ada pula yang menyebabkan kegelapan dalam hidupnya. Oleh karena itu, penderitaan belum tentu tidak bermanfaat. Penderitaan juga dapat ‘menular’ dari seseorang kepada orang lain, apalagi kalau yang ditulari itu masih sanak saudara. Kisah penderitaan pernah dialami oleh seorang TKW asal Lampung yang menjadi korban kebiadaban majikannya di Malaysia. Sebut saja An, An menderita luka di punggung, dada, serta kaki karena perlakuan dari majikannya. Ia sering dicambuk dengan menggunakan ikat pinggang, sang majikan menyiramkan air panas dan menyetrika tubuh korban. Selain disiksa, An juga diperkosa. An hanya diberi gaji 30 ringgit/bulan atau sekitar Rp 90.000/bulan. Berdasarkan hasil visum, alat kelamin An mengalami luka. Kejadian ini diduga telah berlangsung berkali-kali selama hampir empat bulan terakhir. An dibuang majikannya di sebuah kawasan sekitar 40 kilometer dari Kota Penang. Korban dibawa ke polisi setelah diselamatkan warga setempat. Korban sempat dirawat di Rumah Sakit Penang, Malaysia.
Hal ini terjadi tentu karena akibat masih minimnya pengawasan terhadap pengiriman dan perlindungan TKI yang dilakukan pemerintah setempat maupun pusat. An hanyalah satu dari ratusan, atau bahkan ribuan, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mendapat perlakuan tidak manusiawi di luar negeri. Sering kali keberadaan TKI hanya dijadikan pelengkap penderita yang dapat diperah dan dieksploitasi. Ironisnya, sering kali aktivitas TKI tidak pernah dianggap sebagai sebuah keterlibatan dalam proses pembangunan, baik secara mikro maupun makro. Seringnya TKI mendapat perlakuan tidak manusiawi karena lemahnya perlindungan bagi para TKI sehingga mereka sering kali menjadi korban penyiksaan, perbudakan, dan pelecehan seksual. Lemahnya perlindungan terhadap TKI disebabkan antara lain, pertama, pemerintah melalui aparat terkait di luar negeri selama ini secara diplomatik belum siap melindungi para TKI yang menghadapi permasalahan.
Cara mengatasi hal diantaranya, pertama dengan melakukan perjanjian tertulis (MoU), baik perjanjian antara Indonesia dan negara pengguna TKI (G to G). Kedua, negara harus benar-benar berkoordinasi dengan perwakilannya di luar negeri (Kedubes RI) yang bertugas mendata, mengayomi, atau memantau keberadaan TKI yang ada di masing-masing negara tujuan. Ketiga, kedua, negara wajib memberikan bantuan hukum jika ada TKI yang memiliki persoalan hukum di negara tujuan. Keempat, pemerintah harus segera bertindak tegas dan membenahi sistem penempatan TKI di dalam negeri, memberikan kewenangan hanya kepada satu lembaga dengan konsep bermigrasi yang mudah, aman, dan murah. Kelima, mengoordinasikan serta mengintegrasikan penempatan dan perlindungan TKI.
Ke depannya, negara harus membuktikan bahwa antara teori atau aturan dan praktiknya, terutama dalam persoalan TKI, harus dijamin benar-benar akan diimplementasikan sesuai dengan tuntutan keinginan masyarakat luas. Tugas fungsi negara adalah mengatur dan menjamin kesejahteraan serta keselamatan warga negaranya dari segala kejahatan, pelanggaran HAM, penjajahan, kebodohan dan kemiskinan.












Sumber
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=68121














Tidak ada komentar:

Posting Komentar